Rabu, 04 Maret 2009

Mengintip Para Pengrajin Tikar Pandan Rumpin

Sudah dilakukan sejak ratusan tahun lalu


Para perajin tikar dari daun pandan, atau samak pandan asal Kecamatan Rumpin nasibnya kian merana. Produksi mereka kalah bersaing dari tikar-tikar yang dibuat dari bahan plastik atau karpet yang sekarang sangat mudah di dapat di tiap pasar. Namun, puluhan pengrajin tikar pandan di Desa Cidokom ini terus berjuang mempertahankan usaha mereka, karena pekerjaan inilah satu-satunya pekerjaaan yang mampu menafkahi keluarga. Bagaimana Kisahnya?

Beberapa waktu lalu, Penjabat (Pj) Bupati Bogor Soemirat pernah mengatakan bahwa kabupaten Bogor ini sangat kaya akan potensi alamnya. Dan bila potensi itu bisa dimanfaatkan dengan baik, maka Kabupeten Bogor sebagai etalasenya Jakarta akan kaya akan hasil alamnya seperti berbagai kerajinan masyarakat. Ya, seperti yang dilakukan oleh ratusan ibu rumah tangga di kampung Siang Ganjor 03/04 desa Cidokom kecamatan Rumpin yang memanfaatkan kekayaan alamnya yakni Pandan liar menjadi hasil kerajinan yang indah dan bermanfaat yakni tikar pandan (samak pandan).

Kampung Siang Ganjor ini berseberangan dengan Desa Ciaruten Udik tempat situs batu Tulis Mulawarman. Letak kampung ini jauh dari pusat kota. Tak ada ingar-bingar keramaian di sini. Namun, sebagian besar masyarakatnya mempunyai keterampilan menganyam tikar, yang bahannya dari daun pandan. Profesi dan kepandaian ini mereka peroleh secara turun-temurun.

Dulu, untuk menuju ke kampung Siang Ganjor Desa Cidokom ini, cukup sulit, karena harus menyebrangi dulu sungai Cidanane dengan menumpang rakit. Namun, Setelah dibangun jembatan yang terhubung dengan desa Ciaruten Udik kecamatan Cibungbulang, untuk menuju desa pengrajin tikar pandan ini tak begitu sulit.

Hampir semua ibu rumah tangga di kampung tersebut memiliki keterampilan membuat tikar pandan. “Hanya yang memiliki anak kecil (bayi, red) saja yang tak membuat tikar teh,“ ujar Wiwin Yaswinah (30) salah seorang pengrajin tikar dengan logat sunda yang kental.

Dengan perkembangan jaman, usaha yang dijalani bersama ratuas ibu rumah tangga lainnya semakin sulit. Tentu saja secara perlahan mulai berkurang, mereka yang menguasai dan menekuni usaha anyam-menganyam ini.

Wiwin menegaskan, bahwa ia bersama ibu rumah tangga lainnya terpaksa terus menganyam walaupun pemasaran tikar daun pandan tersendat, tetap melakukan kegiatan setiap harinya. Meskipun, proses pembuatan tikar pandan dari awal hingga sampai pemasaran memakan waktu lama dan biaya yang cukup besar.

Satu helai tikar dengan ukuran 3 x 3 meter ini dikerjakan dalam waktu satu minggu. Namun ini tidak termasuk proses memperkecil daun pandan dan menjemur yang menyita waktu sampai sehari.

Tikar hasil produksi mereka dipasarkan oleh penjaja keliling. Biasanya, bagian pemasaran ini masih karib-kerabat mereka sendiri. Harga tikar ditentukan berdasarkan besar kecilnya. Tikar berukuran kecil dijual dengan harga Rp 60.000 dan tikar yang lebih besar dapat dibeli dengan harga Rp 70.000. (*)












3 komentar:

  1. lumayan.... tapi pemaparan human interesntya masih kurang perlu diasah lagi. trims

    BalasHapus
  2. Braaay itu pengrajin daerah rumpinnya di mananya bro?? punya alamatnya gak braay?? tks braay

    BalasHapus