Rabu, 04 Maret 2009

Menelusuri Perkampungan Terisolir di Taman Nasional Gunung Halimun

Siapa sangka di tengah Taman Nasional Gunung Halimun kecamatan Nanggung terdapat beberapa pemukiman penduduk. sedikitnya, ada sepuluh kampung yang tersebar di kawasan ini. seperti apa mereka menjalai kehidupannya sehari-hari?

Awan di atas gunung halimun yang terletak di kecamatan Nanggung kabupaten Bogor mulai menghitam, tandanya sebentar lagi akan turun hujan. Namun, aktifitas beberapa warga kampung Nirmala yang sebagaia besar bermata pencaharian pemetik teh ini tak sedikit pun terganggu.
Puluhan pemetik teh yang semuanya adalah ibu rumah tangga itu terus menyemut menyusuri pepohonan teh yang tumbuh di lereng perkebunan miklik PT Nirmala ini, perkebunan itu merupakan salahsatu perkebunan teh yang dikelola oleh pihak swasta sejak tahun 1971 lalu.
perkebunan itu, sebelumnya adalah milik warga sekitar, karena perkebunan itu dibiarkan terbengkalai dan ditinggalkan oleh pemerintahan belanda. setelah Belanda meninggalkan negeri ini, perkebunan itu, di serahkan kepada warga sebagai penggarap. dimana setiap kepala keluarga memperoleh sekiatar 2 hektare kebun teh.
Namun, perkebunan yang digarap oleh warga ini tak berjalan mulus. hasil produski dan penyakit teh mualai berdatangan, karena sebagain petani malas memelihara, dan pohon teh tersebut hanya diambil hasilnya saja. Nah, setelah tahun 1971, maka perudahaan membeli semua kebun teh warga, yang masih bertahan hingga sekarang.
Tangan-tangan terampil itu, kembali memunguti pucuk-pucuk teh, di tengah sengatan mentari, puluhan ibu rumah tangga ini menyimpan sebuah harapan bahwa pada pertengahan bulan ia akan mendapat upah dari hasil keringatnya. meskipun upahnya itu hanya cukup untuk makan sehari-hari saja.
"Ya mas tinggal disini mau kerja apa lagi, meskuipun penghasilan kami pas-pasan, tapi untuk makan mah cukuplah," ujar Sutinah pemetik teh asal Garut yang sudah sepuluh tahun tinggal di Nirmala.
Sutinah menuturkan, penghasilan pemetik teh, rata-rata 600 kilogram sampai 1,5 ton teh per bulannya, dengan upah Rp 450 per kilogramnya. jika dijumlahkan sekitar Rp 450 ribu rupiah per bulan. penghasilan etrsebut jelas tak mencukupi, beruntung pihak perusahan menyeduiakan rumah bagi mereka. "Rumah dan listrik, dari perusahaan, meskipun hanya alakadarnya, itu sudah cukup membantu," tambahnya. (*)

Jauhnya pekampungan mereka dengan pasar dan pusat keramaian, mengakibatkan harga bahan pokok melambung hingga 150 persen. untuk mengantisipasinya, mereka menyetok persedian selama satu bulan.
Ketika hari mulai sore, dipuncak gunung, kabut tebak mulai terlihjat merangkal menuruni pucuk daun teh, lambat laun kabut tebal itu masuk atap rumah warga di kampung Nirmala desa Malsari kemcatan Nanggung, udara dingin pun rasanya menusuk hingga ke tulang.
Sesaat kampung yang dikelilingi kebun teh itu, mulai gelap. sore itu waktu menungjukan pukul 16:30 WIB, namun, awan hitan dan kabut tebal yang memenuhi langit, seakan sudah masuk waktu malam hari. kegelapan kampung itu diperparah dengan tak adanya penerangan di kampung mereka. meskipun sudah ada pasokan listrik dari perusahaan, namun, aliran listrik itu mulai dilirkan ke tiap rumah sekitar pukul 17:00 WIB.
"Belum saatnya lampu nyala mas, nanti sebentar lagi, jam lima," kata seorang kakek yang dari tadi menunggu diserambi rumah mereka yang terbuat dari bilik bambu.
Waktu pun berlalu begitu cepatnya, Radar Bogor bersama tim dari UPTD pendidikan Nanggung, menghabiskan malam itu di tengah dinginnya malam perkebunan teh.
suara ayam mengugah dan membangunkan rombongan tim, pagi pun menyongsong aktifitas warga. suara erangan kambing yang menandakan ia minta makan, menjadi satu suasana perkampungan yang menarik dan khas. Kandang kambing itu terletak dibelakan perkampungan, lokasinya berderet dan jauh berada dibawah tebing.
Para ibu sibuk mempersiapkan makan pagi bagi anak-anak mereka yang hendak pergi kesekolah, dan mempersiapkan suami mereka yang sebentar lagi meladang. tak banayk yang mereka persiapkan, hanya makanan seadanya.
"Kami hanya belanja sekali dalam sebulan, karena di sini ngak ada pasar, jika pun haru belanja, kami harus mengumpulkan dulu uangnya untuk ongkos," ujar Sutinah yang rumahnya berada paling ujung.
Ia menuturkan, jika harga harga satu barang di pasar Rp 4000, maka di tempatnya kampungnya seharga Rp 12.000. Nah, untuk persiapan memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, biasanya Sutinah menyetok bahan makanan untuk satu bulan.
"Kami menyetok barang untuk satu bulan, dan jika kami beklanja makanan yang tak kuat lama, bisanya langsung dihabiskan saja dalam sehari," pungkas Sutinah. (*)

Jika di kampung Nirmala dan sekitarnya, warga menaruhkan hidupnya pada perkebunan teh, di sebelahnya, tepatnya di Kampung Cilangar dan lima kampung lainnya mereka andalkan hasil pertanian dan berladang.
Teriknya sinar mentari pada Minggu siang (1/7), tak menyurutkan tim Radar Bogor menghentikan penjelajahannya ke Kampung Cilanggar desa Bantarkaret kecamatan Nanggung, kampung yang terletak wilayah paling ujung di kecamatan Nanggung ini, terletak tebingan dengan kemiringan diatas 40 derajat.
Nuansa pedesaan sangat terasa sekali, ketika Radar Bogor bersama rombongan meninggalkan hamparan kebun teh yang terlhat bak permadani yang dihamparkan. sebelum memasuki kampung Cilanggar, kampung pertama yang dilewati adalah kampung Garung, kemudian ke kampung Legokbatu. Keramahan warga sekitar dalam menyambut tamu yang datang sangat terasa dan menambah semangat tim untuk melanjutkan perjalanan.
sepanjang jalan yang berkelok, sesekali Radar Bogor berpapasan dengan rombongan orang yang berbadan tegak dengan sepatu boot di tambah golok panjang di pinggang. "Itu adalah para Gurandil (penambang emas Tradisonal red.), mereka baru pulang," ujar salah seorang dari UPTD Pendidikan Nanggung yang menamani Radar Bogor.
Berbeda dengan kampung sebelumnya yang disinggahi Radar Bogor, yakni di kampung Nirmala, Legokjeruk, Pasirbanteng, Malani, Garung, Neglasari, Citalahab Hanjawar dan Central, desa Malasari mereka mengandalkan kehidupannya dari perkebunan teh milik PT Nirmala Agung.
Sekitar 10 kolimeter dari perkampungan itu, ada blok Cihanjawar yakni perkapungan Keramat, tangkurak, Legokbatu, Purut, mereka mengandalkan dari hasil pertanian yang mereka garap sendiri. jalan yang menghubungkan ke kampung mereka pun masih beupa bebatuan kasar.
Karena listrik desa belum masuk ke kampung tersebut, warga sekitar memanfaatkan tenaga generator, dari sungai Cijambu yang mengalir ke kampung mereka. (*)


Laporan Faisal Hilmi saat mengunjungi Taman Nasional Gunung Halimun Kecamatan Nanggung kabupaten Bogor pada Juli 2007 *)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar